Cerita Pendek : Orang Pintar, O Ya E O!
Ini
dia. Secarik kertas itu datang ke hadapan Lokot. Orang yang mengantarkannya pun
langsung Bu Sukma. Sepertinya ini menjadi kehormatan baginya karena Bu Suk
sendiri yang mengantarkannya. Kalau anak-anak lain, sudah tentu Bu Suk suruh Bepe yang membagikan. Tapi dia lain. Spesial.
Kenyataan bahwa Lokot spesial memang
terbukti. Sedetik berlalu, dia sudah disuruh maju ke depan kelas. Sepertinya
ini bagian paling seru. Dia dipersilahkan memamerkannya di hadapan puluhan
teman-teman. Bu Suk tetap anggun duduk di bangkunya.
“Ini lho, hasilnya!” kata Lokot
bangga.
Sedetik kemudian, “Hahaha!
Malu-maluin!”
Tapi Lokot tidak sempat melihat tadi.
Dia terlanjur yakin dengan nilainya. Ahk! Apa ini? ya ampun! Lokot hampir pingsan.
“Lokot! Kamu lihat?” kata Bu Suk.
Lokot tertunduk. Hampir-hampir dia
menangis. Tapi malu-maluin! Dia coba tahan.
Apes! Benar-benar sial Lokot satu hari
ini. Tapi bukan satu hari ini sih. Hampir sepanjang hari rasanya dia selalu
disinggahi oleh kesialan. Tadi saja sedang menuju
ke sekolah, kakinya tercebur parit. Untung saja tidak kenapa-napa. Tapi
baunya itu lho! Alhasil dia terlambat masuk
ke dalam kelas.
Belum lagi masalah satu kelar, muncul masalah lain. Si Azay, teman sebangkunya
kedapatan main api. Ini api beneran.
“Kenapa kamu main api?” kata Pak
Kepsek.
“Itu, Pak! Untuk menghangatkan perutku yang terlanjur dingin,” sahutnya tanpa
basa-basi.
“Heh! Emangnya kamu bisa seenaknya
bakar - bakar triplek
orang?”
“Maaf, Pak! sebenarnya bukan itu. Aku
dan teman-teman lain, begitu pula Lokot, kami semua lapar, Pak! Makanya kami
bakar ubi jalar. Tidak ada yang lain, hanya triplek itu saja kayu bakarnya!”
Nah, itu dia. Nama Lokot dibawa-bawa
sampai ke telinga Pak Kepsek. Apa Lokot tidak berang? Tapi memang sih, dia ikut
makan ubinya sepotong.
Tapi kan dia tidak ikut - ikutan
prosesi bakar - membakarnya? Dia hanya menikmati hasilnya?
“Hem! Ubinya dari mana?”
“Mampus!” Azay menepak jidat.
“Hayoo! Kedapatan sekarang, siapa yang
maling?!” tuduh Pak Kepsek.
Dan jadilah, mereka berhadapan pada
tiang bendera diteriknya matahari siang. Sampai ubun-ubunnya terasa melepuh
saja.
Tadinya Lokot mau protes. Tapi
sepertinya sia - sia. Kalau Pak Kepsek
yang memvonis, tidak ada penangguhan, apalagi pengampunan.
“Lihat ini! Leher dan lenganku belang - belang semua!” protes
Lokot kepada Azay.
“Bagus dong! Kayak bule gitu!”
“Bagus – bagus monyongmu bagus!” Lokot
tambah sewot.
“Mendingan kamu, aku?” timpal Azay.
Lokot menautkan alis matanya. “Jadi tambah cakep kan?!”
“Plaaakk!!!” jidat Azay kena jitakan
Lokot. Mereka berpisah dipersimpangan jalan. Dan Azay memegangi jidatnya yang
benjol beberapa senti.
***
Di
sekolah beberapa guru ada yang cuek dan sedikit guru yang lain juga ada yang care.
Tapi hanya Bu guru Sunarti Pertiwi Sepia Mardiah, atau yang populer dipanggil
Bu Supersemar saja yang intim memantau perkembangan Lokot. Atau bukan
perkembangan, tetapi justru kemunduran. Karena setiap waktu, Lokot justru tidak
menghasilkan prestasi yang signifikan. Hanya berjalan
di tempat. Bukan, jalan mundur!
“Tadi umpan lambungmu nyaris tanpa
cacat!” seru Bepe, kepanjangan dari Bambang
Pelet.
“Tapi sayang, Laung shooting tidak kena sasaran. Tiang pun
tak kena!” timpal Joko.
“Itu semua salah Anjani, anak gadis
Pak RT,” kali ini Azay bersuara.
“Apa hubungannya?”
“Pas Laung mau shooting, eh angin kenceng lewat meniup rok Anjani,” jelas Azay.
“Apa yang terjadi?! Apa yang terjadi?”
Bepe bersemangat.
“Anjaninya keburu main catur!” jawab
Azay dongkol.
“Lho, kok? Anjani bisa main catur?” Bepe tidak
mau kalah bego.
Azay mesem tidak menyahut lagi. Tidak
lama, Lokot menghampiri dengan wajah sumringahnya. Dia ingin bermain bola kaki. Tadinya
dia berniat hendak pulang buat ngebantuin Emak, tetapi
sayang imannya beringsut karena sekelompok bocah –bocah bengal ini. Tetapi sungguh disayangkan,
harapan Lokot sia - sia tatkala melihat Azay
dan yang lain bubar.
“Woi! Pada kemana? Maen yuk?!” Lokot
melambaikan tangannya.
Tapi sesuai intruksi Azay, semua anak
ogah melambai balik. Dan tinggallah Lokot sendiri. Tapi ini memang tragis,
tatkala seorang jenius bola seperti dirinya malah dijauhi orang-orang, seperti
sekarang ini. Padahal Lokot juga berencana
mengajak maen Azay
ke tempat praktek Ki Sumarwo Ruhwana atau yang
disingkat Ki SRuh.Tapi
sepertinya Azay masih kesel dengannya karena kejadian yang lewat.
Begini
ceritanya, beberapa saat lalu, Lokot bertemu dengan
Andien, gadis sekelasnya yang cantik jelita cetar
membahana. Entah angin muson apa yang membuat Andien tiba – tiba sudi bercengkrama dengan mahluk
seperti Lokot. Tapi satu hal yang pasti, ternyata selama ini Andien care banget sama Lokot. Dan itu
dibuktikan dengan saran Andien yang menyuruh Lokot berkunjung ke tempat praktek
Ki SRuh yang terkenal se-seantero kampung mujarab memusnahkan penyakit lemotnya
Lokot. Dan Lokot pun langsung antusias.
Tapi pada akhirnya Lokot bisa bernafas
lega karena bisa menemukan Azay di lorong – lorong antara sekat rumah di perumahan
padat penduduk. Lokot mendapatinya sedang bermain kelereng dengan bocah –
bocah. Kantongnya dipenuhi dengan kelereng hasil taruhan. Kasihan sekali bocah
– bocah itu. Korban ekploitasi kelereng oleh Azay.
“Zay, bener nih tempat prakteknya?!”
Lokot ragu bukan kepalang. Kali ini Azay sudah berada disampingnya setelah dia
susah payah merayunya. Pasalnya untuk meluluhkan hati Azay, Lokot harus memakai
jurus terlarang yang membuatnya tak berkutik. Lokot mengancam akan menyebarluaskan
foto Azay waktu balita sedang pup.
Lho, itu kan lumrah? Tapi ini beda. Azay balita senengnya pup di celana Bapaknya! Dan ini terbukti ampuh meluluhkan hati
Azay.
Mereka sudah sampai pada mulut pintu.
Azay hendak mengetuk pintu, tapi langsung disahut dengan suara lantang,
“Silahkan masuk!”
Azay dan Lokot takjub. “Sakti bener! Aki
bisa langsung melihat kita!” seru Lokot antusias.
Seterusnya mereka berdua masuk.
Didalam Ki SRuh sudah menanti mereka. “Ayo, silahkan masuk! Jangan sungkan –
sungkan, anggap saja rumah sendiri!” ujar Ki SRuh.
“Hebat Ki, Aki bisa langsung tahu kami
berada diluar!” seru Lokot.
“Oh, kan ada CCTV!” jawab Ki SRuh
memainkan PC-nya.
Lokot dan Azay melongo. “Huu! Kirain!”
“Oke, silahkan utarakan keluhan
kalian!” ucap Ki SRuh langsung to the
point.
“Anu Ki,”
“Jadi anu kalian masalahnya?!”
“Begini, temen saya ini otaknya lemah
Ki. Kira- kira Aki bisa nggak nyembuhin?” Jelas Azay tanpa basa – basi lagi,
seperti salah satu mottonya iklan rokok.
“Perfecto!
Aki baru saja mengembangkan jimat untuk mengatasi lemotmu!”
“Beneran Ki?”
Ki SRuh mengangguk. Mereka kemudian
sampai pada ruangan praktek utama Ki SRuh yang ada di bawah tanah. Udara terasa
dingin. Pantesan, karena ada AC-nya! Tapi sesaat kemudian mereka sudah duduk
berhadapan. Ki SRuh memulai ritualnya. Dia membaca mantra komat kamit, sesekali
meminum air kelapa muda yang ditaruh diatas meja kecil. Terakhir, Ki SRuh
menyemprot airnya langsung ke muka mereka berdua. Spontan mereka gelagapan.
Dapat dibayangkan seberapa capeknya mereka menghilangkan najis berat itu nantinya!
Dari balik laci meja prakteknya, Ki
SRuh merogoh sesuatu dan langsung memberikannya kepada Lokot. Lokot bukan main
senangnya. Dia pun jingkrak – jingkrak keluar dan langsung menghilang,
meninggalkan Azay dan Bill-nya. Azay
yang melongo bodo langsung diberikan bond
oleh Ki SRuh. Azay pasrah, dan memberikan uang hasil taruhan bolanya kepada Ki SRuh.
Sekalian bayarin utangnya kemarin. Jadi impas!
Lokot sedang berkonsultasi dengan Azay
dirumah. “Terserah! Yang penting itu jimat jangan dibuka sampai ujian akhir
nanti, supaya efeknya nggak habis, kata Ki SRuh!”
“Kayak antibiotik aja!”
“Makanya jangan maen kabur!” Azay
kesel.
Dan, mulailah masa – masa penyembuhan
lemotnya Lokot. Setiap kali ke sekolah, selalu memakai jimat Ki SRuh. Setiap hari
juga Lokot menyambangi makam kecil yang ada di kebun apotek hidup milik sekolah
sesuai anjuran Ki SRuh. Dia juga meletakkan sekuntum bunga di atas makam itu.
Ritual itu selalu dia lakukan selama dua minggu berturut – turut.
Pengumuman kenaikan kelas akhirnya
tiba. Lokot sudah melakukan semua anjuran Ki SRuh dengan baik dan benar. Tapi yang
namanya pengumuman, dirinya masih berharap – harap cemas. Dia berjala santai
menuju papan pengumuman. Dikerumunan dia bertemu Azay dan anak - anak lain.
“Kot! Kot! Lihat nih, Kot!” seru Bepe.
“Apaan?!”
“Udah, jangan banyak komen! Lihat aja
dulu!” timpal Azay.
Lokot menyimak list nama – nama yang lulus. Dan cihaa! Diantara list itu ada namanya! Bagaikan mimpi
disiang bolong. Ki SRuh emang ampuh! Dia tidak sempet lagi memperhatikan nomor
induknya, keburu kabur ke tengah – tengah lapangan futsal. Kebiasaannya kalau
kegirangan memang begitu.
Belum semenit Lokot menikmati
kemenangannnya, speaker di sudut –
sudut bangunan berkumandang memanggil namanya. Pastinya ini menjadi sejarah
baru. Jarang seorang Lokot berada pada list
teratas dengan nilai tertinggi. Dan dia yakin para guru pun sedang membicarakan
dirinya. Seperti kali ini adalah interview
di ruangan Bu Guru Supersemar.
“Kamu lihat, tidak ada list namamu disana!” sergah Bu
Supersemar.
“Ibu becanda? Ada kok!”
“Tidak ada! Kamu seharusnya tinggal
kelas?” kali ini Bu Supersemar serius. Dia prihatin dengan keadaan murid
didiknya yang satu ini. “Untung Pak Karseno meluluskanmu! Ya kan pak?!” Bu
Supersemar melihat ke arah Pak Karseno.
“Betul! Kamu kan orang yang menaruh bunga
dan surat di makamnya si Billy?”
“Lho, aku nggak ngerti, Pak?!”
“Sudah, jangan sungkan mengaku. Si
Billy itu kucing kesayangan Bapak yang mati dua minggu yang lalu. Bapak lihat
sendiri kok!”
Lokot masih melongo bego.
“Bapak jadi terharu!”
“Lihat, ini namamu sebelum direvisi!”
Lokot melihat namanya berwarna merah,
tidak lulus sama sekali! Dan setelah direvisi Pak Karseno, namanya berada pada list terbawah kelulusan. Jadi nama yang
tadi dia lihat?! “Lokot Septia Budi” Lokot betina anak kelas sebelah. Sial!
Lokot mencaci diri sendiri.
Setelah dikasih wejangan panjang
lebar. Setelah menyembah – nyembah berterimakasih. Dan setelah memasang
ekspresi menyesal, Lokot akhirnya bebas bersyarat. Dalam hati dia tiada
berhenti memaki – maki. Ternyata lemotnya tidak hilang sama sekali. Dan pada
akhirnya, dia membuka jimat pemberian Ki SRuh. Ternyata ada pesan kecil di
dalamnya.
“Dear
Lokot, ini jimat dari Aki. Kalau membaca ini, itu artinya kamu berhasil!”
“Berhasil apaan?” Lokot kesel. Dia
berniat hendak merobek – robek jimat sialan itu.
“Eits,
tunggu dulu! Sebelum kamu merobek jimat ini, ada hal penting yang Aki ingin
sampaikan. Dear Lokot, tidak ada jalan pintas menuju kesuksesan. Tidak ada
kesuksesan tanpa kerja keras. So, belajarlah supaya kamu bisa meraih mimpimu!
Tertanda : Ki
Sumarwo Ruhwana”
Lokot bengong.
semua isi konten di atas pada Muhammad Reza Hrp
Posting Komentar untuk "Cerita Pendek : Orang Pintar, O Ya E O!"